MEDAN - Bagus Satrio, Kuasa Hukum Darwin, tersangka kasus minyak oplosan di Polres Pelabuhan Belawan mengecam keras atas dugaan penghalang-halangan tugasnya sebagai Kuasa Hukum. Dimana penyidik Bripka SI, Unit Tipidter menghambat proses pendampingan hukum kliennya dengan memulangkan surat kuasa yang telah diserahkan. Jelas hal ini dinilai merendahkan profesi Advokat yang sama kedudukannya dengan APH.
"Kami merasa kecewa atas tindakan penyidik Bripka SI, Unit Tipidter Polres Pelabuhan Belawan yang diduga menghalang-halangi kami dalam memberikan pendampingan hukum terhadap Bapak Darwin yang saat ini berstatus tersangka," ujarnya saat ditemui wartawan, Sabtu (14/6/2025).
Puncaknya terjadi pada 2 Juni 2025. Tim kuasa hukum resmi mengajukan surat kuasa dan meminta Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Darwin. Namun, BAP yang diterima tidak ditandatangani Darwin. Saat meminta klarifikasi dan BAP yang sah, Bripka SI justru secara mengejutkan menyarankan agar Satrio menandatangani BAP tersebut melalui WhatsApp. Ini merupakan pelanggaran fatal terhadap hukum acara pidana.
"Ini berita acara pemeriksaan tersangka tidak ditandatangani tersangka. Saya sudah mengkonfirmasi kepada Bripka SI untuk menyerahkan berita acara pemeriksaan yang sudah ditandatangani tersangka, akan tetapi Bripka SI justru menyarankan saya melalui pesan Whatsapp untuk menandatanganinya sendiri," terang Bagus.
Keesokan harinya, 3 Juni 2025, surat kuasa yang diajukan bahkan dikembalikan tanpa alasan yang jelas. Lebih jauh, Satrio menduga kuat adanya upaya untuk menutup-nutupi aktor utama di balik bisnis minyak oplosan ini. Darwin, kliennya, hanyalah pengecer kecil. Namun, fokus penyidikan justru hanya tertuju pada kliennya, sementara dalang sesungguhnya dibiarkan bebas. Ketidaktransparanan ini menguatkan kecurigaan adanya perlindungan terhadap pihak-pihak tertentu.
"Tindakan penyidik Polres Belawan yang menghalangi kami dalam menjalankan tugas sebagai advokat dalam memberikan pendampingan hukum terhadap Bapak Darwin yang saat ini berstatus sebagai tersangka justru menimbulkan asumsi liar bagi kami, karena apa, proses ini tidak transparan di mana bapak Darwin hanyalah pengecer minyak kecil," beber Bagus.
Bagus mendesak Kapolres Pelabuhan Belawan untuk segera mengevaluasi dan menindak tegas Bripka SI. Lebih dari itu, Kapolres harus turun tangan langsung untuk mengungkap kasus ini secara transparan dan mengusut tuntas keterlibatan aktor besar di balik bisnis haram tersebut.
"Kenapa Pak Kapolres tidak memberi atensi kepada penyidik untuk mengungkap siapa penyedia atau toke besar penyedia minyak konden ini. Justru dari bentuk penghalang-halangan kepada kami, kami semakin kuat menduga ada yang ditutup-tutupi Polres Pelabuhan Belawan terhadap kasus ini," pintanya.
Bagus menegaskan bahwa Pasal 54 KUHAP mengatur hak tersangka untuk mendapatkan pendampingan hukum.
"Penegak Hukum (Penyidik, Penuntut Umum, Hakim) berkewajiban untuk menghormati dan memenuhi hak tersangka untuk didampingi penasihat hukum. Hak tersangka untuk didampingi penasihat hukum merupakan bagian penting dari perlindungan Hak Asasi Manusia dalam sistem peradilan pidana," tegasnya.
Bagus menilai bahwa ketidakprofesionalan penyidik Polres Pelabuhan Belawan tidak hanya merugikan kliennya, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap penegakan hukum.
"Kami meminta kepada Kapolres Belawan untuk segera memberi atensi kepada pendidik dan turun langsung dalam mengungkap kasus minyak oplos yang dialami oleh Bapak Darwin, untuk segera mengungkap siapa pelaku besarnya, toke besar dalam kasus ini secara transparan dan berkeadilan," harap Bagus mengakhiri.
Saat dikonfirmasi melalui telepon selulernya, Plh Kapolres Pelabuhan Belawan, AKBP Wahyudi Rahman belum membalas konfirmasi wartawan. (Rom)