Ketua PWI Sumut Tegaskan Pemberitaan 'Tidak Ramah Anak' Dapat Langsung Pidana

Editor: Romeo galung author photo
Ketua PWI Sumut, Farianda Putra Sinik
MEDAN - Beredarnya pemberitaan 'Tidak Ramah Anak' yang menjadikan anak dibawah umur sebagai sumber dengan menampilkan foto dan identitas dirinya sangat disayangkan Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sumut, Farianda Putra Sinik. 

Ia menegaskan bahwa wartawan yang profesional harus mengetahui kode etik jurnalistik dan sistim pemberitaan ramah anak sehingga media yang memuat atau melanggar sistim pemberitaan 'Tidak Ramah Anak' dapat langsung Dipidana. 

"Kita harus tahu dulu, wartawan yang menuliskan berita tersebut sudah lulus Uji Kompetensi Wartawan (UKW) atau belum? Kalau sudah tentunya ia pasti tahu mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Nah, yang susahnya sekarang ini jika wartawan tersebut tidak lulus atau belum pernah mengikuti UKW, ya pastilah dia tidak mengetahui apa itu kode etik jurnalistik, apa itu sistim pemberitaan ramah anak atau sistim peradilan anak. Makanya jika satu media yang memuat atau melanggar sistim pemberitaan ramah anak dapat langsung Dipidana," ujar Ketua PWI Sumut, Farianda Putra Sinik saat dikonfirmasi wartawan melalui telepon selulernya, Senin (21/3/2022). 

Dilokasi terpisah, Wakil Ketua Dewan Pers, Hendry CH Bangun kembali menegaskan bahwa pemberitaan yang 'Tidak Ramah Anak' diancam sanksi 5 tahun penjara dan denda Rp 500 Juta. 

"Jika terjerat Undang-Undang Peradilan Anak, dan orang tua si anak merasa keberatan dan melaporkan hal tersebut, maka hukumannya 5 tahun penjara dan denda Rp 500 Juta, dendanya itu bukan atau tapi dan, artinya 5 tahun penjara ditambah denda Rp 500 Juta. Tak ada urusannya dengan hak bantah atau hak jawab jika dipakai undang-undang sistim peradilan pidana anak," tegasnya. 

Lalu, Hendry menambahkan, jika orang tua korban melaporkan permasalahan ini  ke Dewan Pers, maka itu menjadi pelanggaran kode etik. 

"Nah jika media yang menerbitkan berita itu punya badan hukum tetap itu pelanggaran etik dan bila tidak berbadan hukum itu bisa dikenakan Undang-undang sistem peradilan pidana anak ( SPPA ) tapi yang mengadu harus orang tuanya," tambahnya mengakhiri. 

Diberitakan sebelumnya, Keributan rumah tangga antara Ibu Bhayangkari, Debi Novita dengan suaminya, Aipda RHR dimanfaatkan oleh  beberapa orang oknum wartawan dengan menjadikan anak-anak pasangan tersebut sebagai narasumber dengan cara menampilkan wajah dan data diri sehingga membuat malu dan trauma. 

Hal ini pun telah dilaporkan ke Satreskrim Polrestabes Medan dengan STTP/B/408/II/Yan 2.5/2022/SPKT Polrestabes Medan dengan terlapor berinisial LD. Saat ini penyidik Satreskrim Polrestabes Medan telah melakukan pemeriksaan saksi-saksi. 

"Kita akan menyurati Dewan Pers permasalahan dari eksploitasi terhadap anak ini terhadap oemberitaan tersebut. Dan dalam hal ini kita juga akan menyurati Komisi Perlindungan Anak, mengapa anak dijadikan sumber berita untuk menyudutkan ibu kandungnya, bukannya mengayomi ibu bersatu dengan anaknya," tegas kuasa hukum Debi Novita, Dedi Suheri, SH kepada wartawan, Senin (21/3/2022). (Rom)
Share:
Komentar

Berita Terkini