Gelapkan Harta Warisan Orangtua, Anak Ke-7 Pengusaha Minuman Vigour Ini Terancam 7 Tahun Penjara

Editor: Redaksi1 author photo


MEDAN - David Putranegoro alias Lim Kwek Liong terancam hukuman tujuh tahun penjara karena didakwa menggelapkan harta warisan orangtuanya. 

Menurut dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) Chandra Priono Naibaho, pengusaha minuman Vigour ini adalah anak dari mendiang Jong Tjin Boen.

Diketahui, Jong Tjin Boen memiliki dua orang istri. Istri pertama adalah mendiang Lim Lian Kau. Istri kedua adalah mendiang Choe Jie Jeng.

Dari Lim Lian Kau, Jong Tjin Boen punya sembilan orang anak, dan Lim Kwek Liong adalah anak ketujuh. Sementara dari Choe Jie Jeng, Jong Tjin Boen punya tiga orang anak.

"Bahwa sejak tanggal 30 Juni 2008 sampai tanggal 5 September 2008, almarhum Jong Tjing Boen berada di Singapura dalam rangka pengobatan. Pada 5 September 2008 almarhum Jong Tjin Boen meninggal dunia di Rumah Sakit Mount Elisabeth Singapura," kata jaksa, Kamis (19/8/2021).

Dikatakan jaksa, saat Jong Tjin Boen sedang menjalani pengobatan di rumah sakit, terdakwa mendatangi kantor Notaris FN (dilakukan penuntutan secara terpisah) untuk membuat Akta Perjanjian, dimana tujuan terdakwa membuat Akta Perjanjian Kesepakatan, agar terdakwa dan Lim Soen Liong alias Edy (dilakukan penuntutan secara terpisah) dapat menguasai seluruh harta Jong Tjin Bun.

"Yaitu sertifikat hak milik dan sertifikat hak guna bangunan, baik harta bergerak maupun harta tidak bergerak milik Jong Tjin Boen yang disimpan di dalam brankas di rumah alm di Jalan Juanda III No.30-C Medan tanpa sepengetahuan dari saksi korban dan ahli waris," kata jaksa.

Selanjutnya, kata jaksa, terdakwa pun menyuruh Notaris Fujiyanto membuat isi yang tercantum dari Akta Perjanjian Kesepakatan Nomor : 8 tanggal 21 Juli 2008, sesuai dengan apa yang dikonsep oleh terdakwa dan sekaligus menyerahkan fotocopy kartu identitas masing-masing pihak yang tercantum dalam Akta Perjanjian tersebut.

Selanjutnya, kata Jaksa lalu terdakwa dan Lim Soen Liong serta Notaris Fujiyanto sepakat menyatakan bahwa Akta Perjanjian Kesepakatan tersebut telah dibuat pada bulan Juni 2008 di rumah Alm. Jong Tjin Boen.

Yang mana pada waktu itu Jong Tjin Boen masih berada di Medan, agar seolah-olah Akta tersebut benar dibuat oleh Alm. Jong Tjin Boen pada masa ia masih hidup dan masih berada di Medan.

Padahal di tanggal tersebut, Jong Tjin Boen sudah berada di Singapura untuk menjalani pengobatan 

"Isi dari Akta Perjanjian Kesepakatan adalah tidak benar adanya, karena bukan dibuat oleh yang bersangkutan," kata Jaksa.

Lalu, September 2008 setelah Jong Tjin Boen meninggal, maka terdakwa dan Lim Soen Liong secara bergantian pernah meminta saksi korban dan Ahli Waris Jong Tjin Boen untuk membubuhkan tandatangan dan sidik ibu jari pada surat yang telah dipersiapkan.

"Sebahagian isinya diketahui oleh saksi korban adalah menyangkut pembagian deviden perusahaan, harta kepemilikan tanah dan harta bergerak dan harta tidak bergerak yang mana Sertifikat Hak Milik atau Hak Guna Bangunan disimpan dalam brankas milik Alm. Jong Tjin Boen," kata Jaksa.

Selanjutnya, Desember 2010 terdakwa meminta kunci brankas milik Alm. Jong Tjin Boen, kepada saksi Mimiyanti.

Setelah itu terdakwa dan Lim Soen Liong menguasai harta dan mengambil alih kekuasan untuk membagi deviden usaha Vigour kepada seluruh ahli waris Alm. Jong Tjin Boen dan menjual harta peninggalan Jong Tjing Boen secara sepihak tanpa adanya persetujuan atau ijin dari saksi korban maupun ahli waris

"Isi dari Akta Perjanjian tersebut, menjadikan terdakwa sebagai pengendali atau yang dipercayakan untuk menyimpan maupun untuk melakukan jual beli, dari bagian harta peninggalan milik Jong Tjin Boen," beber Jaksa.

Dikatakan Jaksa, pada saat Akta Perjanjian tersebut dibuat, saksi korban dan Jong Tjin Boen serta ahli Waris tidak pernah menerima salinan sehingga saksi korban tidak pernah mengetahui apa isi dari Akta Perjanjian Kesepakatan tersebut.

Akibat perbuatan terdakwa yang dilakukan bersama Lim Soen Liong dan Notaris Fujiyanto menjadikan saksi korban dan ahli waris Jong Tjin Boen mengalami kerugian, karena saksi korban dan ahli waris tidak dapat menerima hak-hak yang seharusnya diterima.

"Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 266 ayat (1)Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana," pungkas Jaksa.

Usai dakwaan dibaca, terdakwa melalui Penasehat Hukumnya mengajukan eksepsi, sehingga majelis hakim yang diketuai Dominggus Silaban menunda sidang pekan depan. 

Share:
Komentar

Berita Terkini