LABUHAN DELI - Konflik yang terjadi di lahan eks HGU PTPN II, Jalan Serbaguna, Pasar IV, Desa Helvetia, Kecamatan Labuhandeli, Kabupaten Deliserdang, masih terus berkelanjutan di lahan tersebut.
Hal ini disebabkan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) selaku regulator telah gagal dalam mengelola kekuasaan tanah negara dalam melakukan verifikasi terhadap lahan eks HGU PTPN II seluas 5.873 hektare di Sumut. Sehingga, masyarakat yang menduduki lahan itu, terus mengalami ancaman dan intimidasi dari sekelompok preman dan mafia tanah.
Sekretaris Himpunan Penggarap Pengusahaan Lahan Kosong Negara (HPPLKN) Labuhandeli, Johan Merdeka, menegaskan kehadiran masyarakat menduduki lahan eks HGU PTPN II di Desa Helvetia untuk lahan seluas 32 hektare mempunyai hak atas tanah negara.
Belakangan ini, kata Johan, masyarakat yang sudah menduduki lahan selama puluhan tahun di lahan itu mengalami intimidasi dan ancaman dari sekelompok preman yang di belakangnya adalah mafia tanah. Tindakan yang dilakukan mafia tanah telah mengganggu ketentraman masyarakat yang mendiami lahan negara tersebut.
"Dengan adanya preman bayaran dan mafia tanah yang kita ketahui ingin mengambil lahan negara, dengan cara ingin menguasai melalui intimidasi kepada masyarakat telah mengganggu kenyamanan. Bila peran mafia ini dibiarkan, maka akan menimbulkan gejolak yang mengganggu Kamtibmas di Labuhandeli," tegas Johan, Jumat (22/7).
Artinya, ungkap pria yang juga Ketua Komite Rakyat Bersatu (KRB) Sumut ini, kedudukan masyarakat di lahan itu dilindungi Undang Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Untuk itu, kepada Kepolisian Sumatera Utara untuk dapat memberikan perlindungan hukum, agar tidak terjadi konflik di tengah-tengah masyarakat.
"Yang pasti, kita minta kepada Kapolda Sumut untuk bisa melawan mafia tanah yang sudah menggurita di Sumut. Perlawanan mafia tanah ini merupakan suatu bentuk komitmen yang ditegaskan Presiden Jokowi dan Menteri ATR/BPN agar bisa melindungi masyarakat dari ancaman dan intimidasi dari mafia tanah yang ingin merampas tanah negara," ungkap Johan.
Sebagai bentuk perlawanan kepada mafia tanah, lanjut Johan, pihaknya bersama masyarakat telah membentang sejumlah spanduk di areal lahan 193,94 Ha eks HGU PTPN II di Kecamatan Labuhandeli, yang sudah dikuasai selama puluhan tahun oleh masyarakat.
"Apabila ancaman ini terus dialami masyarakat, kami siap bertumpah darah demi merebut tanah milik negara yang di mana masyarakat memiliki hak penuh atas tanah ini," tegas Johan.
Hal senada, Ketua Komite Tani Menggugat Unggul Tampubolon juga menegaskan agar Pemprovsu untuk segera melakukan verifikasi terhadap lahan negara yang masa HGU-nya telah habis di lahan PTPN II. Bentuk yang dilakukan mafia tanah ingin mengusir masyarakat dari lahan seluas 32 hektare sangat bertentangan dengan kebijakan negara.
“Perlu kita ketahui, pemerintah yang punya hak atas tanah ini. Mafia tanah tidak memiliki surat yang sah, jadi Pemerintah Provinsi Sumatera Utara harus tegas memerangi mafia tanah di Sumut khususnya di Kecamatan Labuhandeli, Deliserdang,” ucap Unggul.
Harapan Unggul, Gubernur Edy Rahmayadi harus berani melawan mafia tanah yang sudah sangat meresahkan di Sumut dan segera meredistribusikan lahan kepada masyarakat. "Kita tidak ingin pemerintah, yakni eksekutif, penegak hukum terkontaminasi oleh mafia tanah. Oleh karena itu, kita minta kebijakan dan ketegasan Gubernur Edy Rahmayadi," pungkasnya.(Lubis)