KPK Ingatkan Ancaman Pidana Bagi yang Halangi Proses Penyidikan Kasus Bupati Langkat

Editor: Hetty author photo
Bupati Langkat mengenakan rompi tahanan KPK usai ditetapkan tersangka  ditahan atas kasus suap .

Langkat - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan adanya pidana bagi mereka yang menghalangi proses penyidikan dalam kasus dugaan suap terkait dengan kegiatan pekerjaan pengadaan barang dan jasa tahun 2020 sampai 2022 di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

"KPK mengingatkan kepada siapapun dilarang dengan sengaja merintangi hingga berupaya menggagalkan proses penyidikan perkara ini," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (25/1).

Ali menyatakan tak segan menjerat pihak yang menghalangi proses penyidikan Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin dengan Pasal 21 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

"KPK tidak segan menerapkan ketentuan Pasal 21 UU Tipikor," kata Ali.

Pasal 21 UU Tipikor menyatakan, "Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka dan terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp 150 juta dan paling banyak Rp 600 juta."

Tim penyidik KPK sendiri hari ini tengah menggeledah kediaman pribadi Terbit Rencana. Penggeledahan di rumah yang terdapat kerangkeng perbudakan manusia itu masih berlangsung hingga saat ini. Ali berjanji akan membeberkan temuan dalam penggeledahan tersebut.

"Saat ini, Tim masih berada di lapangan dan melakukan pengumpulan bukti. Perkembangan selanjutnya akan kami informasikan kembali," kata Ali.

KPK menetapkan Bupati Langkat Terbit Rencana Perangin Angin sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek pengadaan barang dan jasa di Pemkab Langkat tahun anggaran 2020-2022.

Tak hanya Terbit Rencana, dalam kasus ini KPK juga menjerat lima tersangka lainnya, yakni Kepala Desa Balai Kasih Iskandar yang juga saudara kandung Terbit Rencana, serta empat orang pihak swasta atau kontraktor bernama Muara Perangin Angin, Marcos Surya Abdi, Shuhanda Citra, dan Isfi Syahfitra.

Terbit Rencana diduga menerima suap Rp 786 juta dari Muara Perangin Angin. Suap itu diberikan Muara melalui perantara Marcos, Shuhanda, dan Isfi kepada Iskandar yang kemudian diteruskan kepada Terbit.

Muara memberi suap lantaran mendapat dua proyek di Dinas PUPR dan Dinas Pendidikan dengan total nilai proyek sebesar Rp 4,3 miliar.

Atas perbuatannya, Terbit Rencana, Iskandar, Marcos, Shuhanda, dan Isfi yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Sementara Muara selaku tersangka pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 


Sumber : Liputan6
Share:
Komentar

Berita Terkini