Bareskrim Polri Tangkap Empat Warga Indonesia Bobol Duit Perusahaan Korsel Rp 82 Miliar

Editor: Hetty author photo
Ilustrasi gambar.

JAKARTA - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri meringkus empat warga negara Indonesia (WNI) yang diduga terlibat dalam aksi pembobolan transaksi dana perusahaan di Korea Selatan, Simwoon Inc dan Taiwan, White Wood House Food dengan perusahaan mitranya.

Para tersangka menggunakan modus penipuan business e-mail compromise (BEC) atau berkamuflase sebagai perusahaan mitra yang mengirimkan surat elektronik (surel) pemberitahuan perubahan nomor rekening.

"Korban perusahaan SW dari Korsel dan WHF dari Taiwan. Yang menyebabkan kerugian untuk perusahaan SW Rp 82 miliar. Lalu, untuk perusahaan WH kerugian Rp 2,8 miliar," kata Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Brigjen Asep Suheri dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (1/10).

Empat tersangka masing-masing berinisial CR (25), warga Jakarta Selatan yang berperan sebagai pendiri perusahaan palsu yang menerima aliran dana dari tindak pidana tersebut.

Kemudian, tersangka lain berinisial NT (38) yang merupakan warga Depok dan berperan sebagai Direktur perusahaan palsu. Lalu, tersangka YH (24) warga Jakarta Selatan yang diduga membuat rekening dengan identitas palsu dan digunakan untuk menerima aliran dana.

Terakhir, tersangka berinisial SA alias FR, warga Jakarta Pusat yang juga membuka rekening di salah satu bank menggunakan identitas palsu untuk menampung aliran dana hasil tindak pidana. Para tersangka diduga telah beraksi 2020 lalu.

"Di sini kami kembangkan yang mana masih ada beberapa orang lagi yang kami akan pendalaman. Data sudah kami kantongi, tinggal melakukan tindakan," jelas dia.

Ia menerangkan, modus yang digunakan dalam kejahatan ini ialah dengan memaksa masuk ke komunikasi perusahaan korban dengan mitra dagangnya yang berada di luar negeri. Email itu dikamuflasekan dengan mengganti satu digit angka di belakangnya.

Dalam kasus ini, sindikat tersebut menggunakan identitas palsu yang digunakan untuk membuat dokumen seperti SIUP, SIB, akta notaris, dan lainnya. Perusahaan itu yang dimiripkan dengan perusahaan mitra untuk kemudian berpura-pura menjalin komunikasi.

Setelah itu, komunikasi antara tersangka dengan perusahaan korban terjalin. Para tersangka menyampaikan bahwa ada sejumlah perubahan dalam nomor rekening, tempat negara dan nomor rekening.

"Nah ini mungkin juga setelah kami dalami, kenapa itu sampai terjadi (transaksi dengan tersangka) tanpa pengecekan, tanpa ada konfirmasi," jelas dia.

Setelah ada konfirmasi transfer dari perusahaan korban, anggoat dalam sindikat itu mengambil uang yang diterima dan kemudian ditarik tunai untuk diubah ke dalam valuta asing US$.

Polisi menyita sejumlah barang bukti. Di antaranya seperti uang tunai Rp29 miliar, 3 unit HP, 90 buku tabungan dari berbagai bank, paspor para tersangka, 4 kartu ATM, 9 buku cek dari perbankan, 1 sepeda motor, 3 KTP tersangka, 1 NPWP tersangka, surat izin usaha, cap perusahaan.

Selain itu, disita juga akta notaris pendirian perusahaan, bukti pengembalian dana dari bank, dan bukti transaksi penukaran mata uang asing. Polisi telah memeriksa delapan saksi dalam kasus penipuan ini.

Para tersangka dijerat Pasal 45 Ayat 1 jo Pasal 28 Ayat 1 UU 19 Tahun 2016 karena menyebarkan berita bohong yang menyebabkan kerugian melalui transaksi elektronik yang disebut Pasal 45 huruf a dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.

Kemudian, Pasal 3, 4, dan 5 UU 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Lalu Pasal 82 dan 85 UU 3 Tahum 2011 tentang tindak pidana transfer dana. Pasal 82 ancaman hukuman 4 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Pasal 85 ancaman hukuman 5 tahun dengan denda Rp 5 miliar




Sumber : CNNINDONESIA

Share:
Komentar

Berita Terkini