RIAU - Putusan Pengadilan Tinggi (PT) Riau yang diketuai oleh Dr. Syahlan, SH, MH, menguatkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Rengat terkait kasus penggandaan atau pemalsuan surat tanah yang dilakukan oleh mantan Kepala Desa (Kades) Seberida, Indragiri Hulu (Inhu) bernama Ria Saprina.
Dalam putusan banding tertanggal 30 April 2025, PT Riau memerintahkan agar Ria Saprina segera ditahan.
“Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Rengat Nomor 307/Pid.B/2024/PN Rgt tanggal 20 Maret 2025 yang dimintakan banding tersebut; Memerintahkan agar terdakwa ditahan,” demikian bunyi kutipan putusan tingkat banding perkara ini.
Hingga saat ini terdakwa diketahui masih belum menjalani hukuman dan berada di luar tahanan.
Putusan PT ini sekaligus mengamini vonis yang sebelumnya dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Rengat pada Kamis (20/3/2025).
Dalam sidang yang diketuai oleh ketua majelis hakim Lia Herawati, SH, MH, terdakwa Ria Saprina dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana membuat atau memalsukan surat tanah yang merugikan PT. NHR.
Atas perbuatannya tersebut, Ria Saprina dijerat dengan Pasal 263 ayat (1) Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP. PN Rengat menjatuhkan pidana penjara selama 1 tahun dikurangi masa tahanan yang telah dijalani, dengan perintah agar terdakwa ditahan.
Kasus ini bermula dari laporan kuasa hukum PT NHR ke Polda Riau terkait dugaan pembuatan dan/atau penggunaan surat palsu tanah.
Mantan Kades Seberida Ria Saprina diduga menerbitkan sporadik atas nama mantan Direktur PT NHR, Hendri Wijaya. Padahal, Surat Keterangan Ganti Rugi (SKGR) asli tanah yang diklaim hilang oleh Hendri Wijaya sebenarnya tersimpan di arsip perusahaan di Medan.
Dalam persidangan sebelumnya di PN Rengat, keterangan sejumlah saksi dari PT NHR, termasuk Direktur Utama Johan dan Direktur Keuangan serta HRD & Legal, menguatkan bahwa perusahaan tidak pernah kehilangan surat tanah tersebut.
Saksi Johan juga menerangkan bahwa pembelian tanah jalan masuk PT NHR menggunakan dana perusahaan pada tahun 2006, yang tercatat dalam alur pengeluaran uang perusahaan.
Lebih lanjut, Direktur Keuangan PT NHR menjelaskan berdasarkan data transaksi, perusahaan mengeluarkan dana untuk pembelian lahan tersebut dari rekening PT Nikmat Halona Reksa, dan pengeluaran tersebut tercatat dalam berita acara serah terima kas PKS di kantor Pekanbaru dengan keterangan pembayaran ganti rugi lahan jalan masuk PKS.
Sporadik yang diterbitkan oleh Ria Saprina atas permohonan Hendri Wijaya kemudian diduga digunakan oleh mantan direktur tersebut untuk menguasai tanah milik PT NHR yang merupakan akses jalan masuk dan keluar perusahaan.
Akibat penerbitan sporadik palsu ini, sempat terjadi konflik dan penutupan jalan operasional PT NHR, yang mengakibatkan kerugian hingga miliaran rupiah. (Roy)