Dua Mahasiswa Gugat MK

Editor: Redaksi1 author photo
Dua Mahasiswa Gugat MK
Dua mahasiswa, Ilham Maulana dan Asy Syyifa Nuril Jannah menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar menyidangkan ulang soal syarat capres-cawapres. Ikut menggugat bergabung dua advokat Lamria Siagian dan Ridwan Darmawan.

"Menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilihan Umum sebagaimana dimaknai dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 sepanjang frasa 'atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah', bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," demikian bunyi permohonan penggugat sebagaimana tertuang dalam gugatan yang dilansir website MK, Senin (6/11/2023).

Dalam gugatannya, mereka juga mengajukan permohonan provisi yaitu agar MK memerintahkan pihak terkait dalam hal ini KPU untuk tidak memberlakukan Pasal 169 huruf q Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum sebagaimana dimaknai dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023, pada konstestasi Pemilihan Capres Dan Cawapres 2024.

"Memerintahkan pihak terkait dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum untuk mendiskualifikasi Pasangan Capres dan Cawapres yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana ketntuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tenatng Pemilihan Umum," pinta Ilham Maulana dkk.

Alasan MK harus menyidangkan ulang karena dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023, belum tercapai suara mayoritas hakim konstitusi. Berikut pertimbangan para hakim MK:

-3 orang hakim mengabulkan sebagian dengan memaknai syarat usia tetap 40 tahun sepanjang dimaknai berpengalaman sebagai pejabat negara yang dipilih (elected official);
-2 orang hakim mengabulkan untuk sebagian dengan alasan yang berbeda terkait pertimbangannya, yakni hanya terbatas berpengalaman sebagai Gubernur yang kriterianya diserahkan kepada pembentuk undang-undang;
-1 orang hakim memiliki pendapat berbeda (Dissenting Opinion) dengan menyatakan bahwa Pemohon Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing);
-2 orang hakim berpendapat bahwa perkara ini bukan merupakan permasalahan inkonstitusionalitas norma, tetapi merupakan opened legal policy;
-1 orang hakim memiliki pendapat berbeda (Dissenting Opinion), yaitu permohonan pemohon dinyatakan gugur.

"Sudah sepatutnya Rapat Pemusyawaratan Hakim untuk pengambilan Putusan Mahkamah dalam Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 ditunda hingga mendapat kemufakatan yang bulat oleh para hakim dan tidak seharusnya melanjutkan Rapat Permusyawaratan Hakim dengan agenda Pengambilan Putusan Mahkamah," ucap pemohon yang memberikan kuasa kepada Ecoline Situmorang dkk.

Untuk diketahui, gugatan di atas menambah daftar panjang permohonan sidang ulang terhadap putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023. Sebelumnya diajukan oleh warga Solo dan mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia).

"Bahwa dikarenakan Pemilu Tahun 2024 telah sampai pada Tahap Pendafatran Bakal Calon Presiden dan Wakil Presiden, namun demikian perkara a quo masih diperksa oleh Yang Mulia Mahkamah Konstitusi, maka demi menjaga marwah konstitusi UUD 1945, maka Para Pemohon mengajukan Putusan Sela dalam Provisi," demikian bunyi gugatan yang diajukan Fatikhatun yang tinggal di Serengan, Solo. Ada juga Gunadi yang tinggal di Pasar Kliwon, Solo. Warga Laweyan, Solo, yaitu Hery Dwi Utomo dan Retno juga ikut menggugat. Selain itu, warga Sukoharjo, Abdullah juga ikut menggugat.

Mereka mengajukan permohonan provisi sebagai berikut:

1. Menyatakan ketentuan norma Pasal 16 huruf q UU RI No. 17/2017 : "Berusia paling rendah 40 tahun" tetap sah dan berlaku hingga putusan akhir dalam perkara a quo;

2. Menyatakan terhadap Kepala Daerah yang belum berusia 40 tahun tidak dapat mencalonkan diri sebagai Calon Presiden dan Wakil Presiden.

Sumber : detik.com

Share:
Komentar

Berita Terkini