Sidang Penggelapan Harta Warisan Orang Tua, Saksi Sebut Akta No 8 Palsu

Editor: Romeo galung author photo


MEDAN - Usai menghadirkan adik bungsunya Mimiyanti, jaksa penuntut umum (JPU) menghadirkan kakak tertua Jong Gwek Jan, sebagai saksi dalam perkara dugaan penggelapan harta warisan orang tua senilai miliaran rupiah dengan terdakwa David Putranegoro alias Lim Kwek Liong di Ruang Cakra 6 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Jumat (17/9/2021) siang. Jong Gwek Jan yang juga ahli waris ini pun menerangkan bahwa akta perjanjian notaris yang diklaim terdakwa adalah palsu.

"Itu palsu karena saya tidak ada menandatanganinya untuk itu," jawab Jong Gwek Jan di hadapan majelis hakim diketuai Dominggus Silaban.

Wanita berusia lanjut ini kembali menjelaskan, dirinya mengaku hanya disuruh teken di selembar kertas oleh terdakwa pasca bapaknya, Jong Tjin Boen, meninggal.

"Saya diminta teken di selembar kertas katanya mau bagi uang, harus tanda tangan dulu baru akan dibagi uang," jelasnya.

Begitu juga saat JPU Riacad Sihombing dan Chandra Priono Naibaho menanyakan perihal Akta Perjanjian Kesepakatan Nomor: 8 tanggal 21 Juli 2008 yang menjadi akar permasalahan. Kembali ditegaskan Jong Gwek Jan bahwa dirinya sama sekali tidak berada di kantor notaris itu karena sedang mendampingi bapaknya yang sedang sakit di Singapura. 

"Saat dibuatnya perjanjian kesepakatan bersama pada 21 Juli 2008 itu, apakah saudari ada di kantor notaris itu," tanya jaksa.

"Tidak ada, saya berada di Singapura," jawab Jong Gwek Jan.

Begitu juga soal tanda tangan ahli waris lainnya seperti Jong Nam Liong (pelapor) dan Mimiyanti yang diklaim terdakwa, kembali Jong Gwek Jan menegaskan itu palsu.

"Kami semua pada tanggal 21 Juli 2008 itu itu di Singapura mendampingi bapak yang sakit," tegas Jong Gwek Jan lagi.

Seusai sidang, Jong Gwek Jan bersama Mimiyanti dan Jong Nam Liong kepada wartawan meminta majelis hakim bersikap netral. Sebab, selama persidangan kesannya berpihak kepada terdakwa.

"Kami kecewa karena setiap kita mau bicara benar tapi hakim selalu setop jadi kami memohon kepada hakim adil dan bersikap netral," ucap Mimiyanti. 

Sementara, kuasa hukum pelapor, Longser Sihombing SH MH mengaku sudah menyurati Komisi Yudisial (KY) untuk mengawasi persidangan ini karena terkesan adanya keberpihakan terhadap terdakwa. 

"Sudah kita surati ke KY agar ada pengawasan dalam persidangan ini," tegas Longser.

Diketahui dalam dakwaan JPU, pengusaha minuman Vigour tersebut adalah anak dari mendiang Jong Tjin Boen. Jong Tjin Boen memiliki dua orang istri. Istri pertama adalah mendiang Lim Lian Kau dan istri kedua adalah mendiang Choe Jie Jeng. 

Dari Lim Lian Kau, Jong Tjin Boen punya 9 anak dan Lim Kwek Liong adalah anak ketujuh. Sementara dari Choe Jie Jeng, Jong Tjin Boen punya tiga anak. Pada 30 Juni 2008 sampai 5 September 2008, Jong Tjing Boen berada di Singapura dalam rangka pengobatan. Pada 5 September 2008, Jong Tjin Boen meninggal dunia di Rumah Sakit Mount Elisabeth Singapura. 

Namun saat Jong Tjin Boen sedang menjalani pengobatan, terdakwa Lim Kwek Liong mendatangi Kantor Notaris Fujiyanto Ngariawan (berkas terpisah) untuk membuat Akta Perjanjian Kesepakatan. Tujuannya, agar terdakwa dan Lim Soen Liong alias Edy (berkas terpisah) dapat menguasai seluruh harta Jong Tjin Bun," ujar JPU. 

Harta yang dimaksud yakni Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB), baik harta bergerak maupun tidak bergerak milik Jong Tjin Boen yang disimpan di dalam brankas rumah Jalan Juanda III Nomor 30-C Medan tanpa sepengetahuan dari saksi korban dan ahli waris. 

"Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 266 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana," tegas Chandra. (Rom)

Share:
Komentar

Berita Terkini